Yooo comrades!
Melanjutkan penjelasan saya dari Part 1 seri “2 Bulan Belajar Intensif Bahasa Arab di Oman – Sultan Qaboos College”, di tulisan ini saya akan memaparkan pengalaman selama studi saya di Oman. Firstly, saya akan membagi konten program intesif bahasa ini dalam 2 sub-topik: kegitan akademik dan kegiatan non-akademik
1# Kegiatan Akademik
Setelah hari pertama di sekolah kami melakukan perkenalan dan orientasi singkat mengenai lokasi kelas dan fasilitas di dalam kuliah, kami melakukan tes matrikulasi dan wawancara di hari kedua sebagai aktivitas akademik pertama di program ini. Tes dan wawancara tersebut akan digunakan bersama online placement test (yang telah saya lakukan 2 bulan sebelumnya) untuk akhirnya menentukan berapa jumlah kelas/level yang akan dibentuk dan siapa-siapa saja yang ada di dalamnya. Perlu saya sebutkan bahwa pada angkatan saya, jumlah peserta di kuliah ini termasuk yang paling sedikit: hanya 17 orang. Sehingga, pada awalnya para pengajar dan staff berencana membagi kami dalam 2 kelas. Namun melihat hasil tes, berupa 50 soal PG dan soal esai, serta wawancara, termasuk disuruh baca koran arab gundul :(, diputuskan bahwa kami akan dibagi ke 3 kelas/level:
- Mustawa Mubtadi atau Beginner
- Mustawa Mutawassith atau Intermediate
- Mustawa Mutaqaddim atau Advance
Qadarallah, saya ditempatkan pada kelas Mustawa Mutaqaddim, bersama 6 orang classmates lainnya. Sungguh di hari-hari pertama belajar di kelas advance tersebut saya merasa sangat kewalahan. Bagaimana tidak, teman sekelas saya semuanya memiliki skill Bahasa Arab yang jauh di atas saya: ada 2 orang dari Polandia yang sudah S2 di bidang Bahasa Arab dan Timur Tengah (mereka sangat concern dengan upaya penyambutan korban Perang Suriah di Eropa), ada seorang S2 dan jurnalis dari Iran, yah pokonya minimal mereka S1-nya memang fokus di Bahasa Arab. Jadi di awal saya harus banyak mengejar ketertinggalan, karena mufrodat saya masih sangat miskin.
Kelas advance ini dibimbing oleh 2 ustadz yang mengajar secara bergantian: Ustadz Salim dan Ustadz Musthafa. Ust. Salim merupakan instruktur dibidang skill hiwar (percakapan), qiroaah (teks dan bacaan) dan munazarah (debat dan argumentasi). Dia sangat fasih dalam berbahasa Inggris karena ia pernah mengajar di Amerika Serikat; sehingga, jika saya sudah mentok tidak mengerti konten materi, saya kadang-kadang bertanya ke beliau dengan bahasa Inggris. Ust. Musthafa, on the other hand, lebih memfokuskan pada sisi qawaid – nahwu sharaf alias grammar. Dan ustadz yang satu ini orangnya nyastra banget jadi bisa belajar ilmu balaghah juga dari beliau.
Saya sangat menyukai variasi metode pembalajaran yang ditawarkan pada kelas saya, contohnya sebagai berikut
a. Kompetisi dengan aplikasi KAHOOT!
Coba deh teman-teman search aplikasi ini, super seru buat belajar maupun sekedar buat seneng-seneng! Jadi konsepnya itu akan ada muncul pertanyaan di layar dan HP kita itu berfungsi sebagai remote control berisi opsi-opsi jawaban atas soal tersebut. Tak hanya ketepatan, kecepatan menjawab juga sangat mempengaruhi nilai. Contoh quiz yang pernah kita lombakan itu adalah mengenai kaidah badal, tasybiih, perubahan jama taksir, dan masih banyak lagi!
b. Munazharah pekanan
Tiap pekan Ust. Salim akan memberikan kita topik khusus (tentunya selaras dengan tema bahasan pada pekan itu) untuk dijadikan Munazharah Usbu’iyyah atau debat pekanan. Tentunya murid akan dibagi menjadi dua tim: ma’a wa dhidh; for and against. Saya merasa ini sangat membantu sekali dalam megasah kemampuan berbicara dan berargumentasi; terutama ketika kita dalam pressure berhadapan dengan lawan-lawan yang jago (seperti Fatimah dan Ola), pasti deh tuh keluar fasehnya haha
c. Koreksi kitaabah
Nah ini juga salah satu fitur yang paling saya gemari: menulis esai tiap minggu! Awalnya memang agak males sih, karena tidak terbiasa menulis argumentatif dalam bahasa Arab. Nah uniknya, sekitar 2 hari setelah kita kumpulkan tugas essai ini, Ustad Salim akan mengkompilasi kesalahan gramatikal dari semua tulisan murid di kelas dan menyuruh kita mencari jawaban “sebenarnya apa sih yang salah disini?”. Kadang kali kesalahannya sepele: kurang alif-lam, dhomir (kata ganti orang) yang tidak tepat, atau sekedar lupa mengkonjugasi. Tapi dari kegiatan tersebut, koreksi dari kesalahan kita benar-benar terpatri di kepala dan gak bakal lupa lagi.
d. Istimaa’ pekanan
Tiap pekan, kami juga akan menggunakan lab komputer bahasa untuk aktivitas istima’ alias latihan mendengarkan. Berita-berita politik dan reportase budaya adalah yang umum dijadikan objek pendengaran. Pernah juga kita dengar sebuah video clip artis Arab dan agak bikin ilfil sih sinematografinya lol. Nah, ini penting banget buat kita membiasakan dengan lahjah-lahjah a.k.a aksen Bahasa Arab yang berbeda-beda. Menurut saya yang paling susah itu lahjah Mesir, lahjah Maghribi (Maroko, Aljazair) dan lahjah Syam.
Selain 4 tipe kegiatan akademik di atas, tentunya banyak lagi variasi lain yang mempermudah kami untuk belajar seperti membuat poster, lomba ular tangga, dan lain lain. Di samping itu, tentunya kami juga menhadapi tes tiap 3 pekan dan tes akhir di penghujung semester: tes tulis dan tes oral (dalam bentuk presentasi).
2# Kegiatan Non-Akademik
Tentu kalau program selama 2 bulan di SQC ini isinya cuma belajar di kelas, mungkin saya gak akan ada keinginan yang begitu kuat untuk terbang ke Oman. Nah, untungnya nih sebagai salah satu bagian dari “royal treatment” yang kita terima, kita juga ditawarkan kegiatan outside of class salah satunya syarik lughowi dan rihlah usbu’iyyah!!!
a. Syarik Lughowi | Language Partner
Pihak kuliah menyediakan untuk tiap dua orang murid, seorang sukarelawan lokal yang akan menjadi language partner kita selama 2 bulan. Saya satu kelompok bersama Syukur dari Kambodia dan partner bahasa kami adalah seorang Chemical Engineer dari kota Nizwa yang bernama Ibrahim.
Tiap seminggu 2-3 kali, semua siswa pada sore hari akan naik bis kembali ke kuliah untuk mengikuti sesi 1,5 jam berbicara bersama sang pembimbing bahasa. Tiap hari berbicara 30 menit tentang topik tertentu dan sisanya ngobrol bebas tentang apapun. Ibrahim bercerita di akhir-akhir sebelum balik ke Jepang, bahwa dia merasakan speaking skill saya alhamdulillah meningkat cepat dibanding pertama kali bertemu dengan dia. Jadi, saya benar-benar merasa program syarik lughowi ini memang signifikan untuk membiasakan kita mendengar dan berbicara.
Seminggu sebelum program berakhir, pada hari Sabtu tepatnya, kita diberi kesempatan untuk berkunjung ke rumah sang pembimbing. Jadi saya berangkatlah bersama Ibrahim rumah keluarganya di Nizwa (si Syukur kebetulan sakit).
b. Rihlah usbu’iyyah | Weekly Trip!
Yang paling ditunggu-tunggu oleh para peserta program ini adalah rihlah usbu’iyyah a.k.a. jalan-jalan yang diadakan minimal sekali (kadang-kadang dua hingga tingga kali) tiap pekannya! Jangan khawatir, semua trip ini telah diatur oleh pihak kuliah sehingga kita tidak perlu lagi membayar uang masuk dan transportasi; all is set at our disposal. Di samping sebagai moda rekreasi dan hiburan, perjalanan ini juga memfasilitasi kita untuk mempraktekan Bahasa Arab kita dalam percakapan sehari-hari dengan khalayak luas. Berikut adalah beberapa trip yang saya ikuti selama megikuti program SQCA.
Sibaq-ul-Jimaal: Camel Race
Perlombaan balapan onta merupakan perhelatan yang sangat prestisius bagi kalangan Arab di terutama negara-negara teluk seperti Oman, Yaman, Saudi Arabia, Qatar dan UAE. Di Oman, kita bisa menemukan khalayak umum (contohnya wali asrama saya) yang sedia duduk di depan TV berjam-jam cuma melihat onta berlari. Saya berkesempatan untuk hadir di salah satu perhelatan tersebut. Satu hal yang menarik adalah, onta tidak lagi dikendalikan oleh joki/kusir, namun dengan bantuan robot pemecut yang dikontrol dengan remote.
Jabal Akhdar: The Green Mountain (which is not ‘that green’, to be honest)
Karena medan yang akan dituju adalah daerah pegunungan berbatu, trip kali ini tidak menggunakan bis melainkan dengan mobil offroad 4WD! Tujuan kami adalah Jabal Akhdar, daerah pertanian dimana buah tin, rumman dan jeruk bisa banyak ditemukan. Karena tujuan kali ini di ketinggian yang cukup dingin, kami harus menggunakan pakaian yang berlapis.
Muscat
Kami pun juga berkesempatan mengunjungi Ibu Kota Oman yaitu Muscat. Walaupun tak seramai dan semodern Doha atau Dubai, Muscat sangat terlihat tertata dan bersih. Spot yang kami kunjungi adalah Sultan Qaboos Grand Mosque, Matrah Souq (semacam Malioboro-nya Muscat), Muscat Corniche, Oman National Museum dan Grand Opera.
Wahiba Sand
Belum bisa dibilang berkunjung ke Arab kalau belum naik onta di padang pasir, ya gak? Ini salah satu momen yang paling menyenangkan, ketika kami berkunjung ke Wahiba Sand: hamparan sand dune yang begitu tinggi dan susah didaki :”( Alhamdullilah, kesampaian juga impian saya naik unta di padang pasir wkwkwk.
Wadi Shab
This was one of our last trips and indeed this was the jewel I’ve been looking for: a beautiful canyon and oasis called Wadi Shab. Menurut saya pengalaman di Wadi Shab inilah yang paling terkenang dan mengerikan. Haha kenapa mengerikan? Karena untuk menikmati spot-spot tercantik dari lokasi ini, kita harus siap untuk mendaki, melewati jalur terjal, sedia meloncat ke sungai dari ketinggian di atas 5 meter dan juga bahkan menyelam untuk bisa mencapai gua yang sangat indah di pelosok dalam Wadi Shab. Saya sangat terperanjat dengan air yang begitu jernih dan oasis yang berwarna hijau bak batu safir. Walau tiada keraguan bahwa Wadi Shab ini destinasi yang paling mak-nyusss dibanding yang sebelum-sebelumnya, saya paling tidak ingin kembali ke Wadi Shab; saya masih trauma karena sempet mau tenggelem pas menyelam ke gua dan memang perjalanan kesini teramat-sangat melelahkan. Cukup sekali saja melihat permata di tengah gurun ini lah ya 😅
Miscellaneous